GONG KYAI PRADAH
|
|
Di Lodoyo terkenal dengan acara siraman Gong Kyai Pradah. Sebelum itu, tahu tidak apa sih Gong Kyai Pradah? Gong Kyai Pradah merupakan sabuah gong (kempul) laras lima yang didahului dibalut/ditutup dengan sutera pelangi/cinde dan disamping itu masih ada wayang krucil, kecer dan beberapa benda lainnya. Gong Kyai Pradah di tempatkan di desa Kalipang Lodoyo Kecamatan Sutojayan Kababuten Blitar. Banyak sekali wisatawan dari daerah Lodoyo maupun dari luar daerah berbondong-bondong datang ke Lodoyo untuk melihat acara yang sangat istimewa itu.Sahabat tahu Gong Kyai Pradah dimandikan 2 kali setiap tahun.Yang pertama saat tanggal 1 Syawal dan setiap tanggal 12 Rabiul Awal (biasa disebut Mauludan).Dan upacara terakhir ini yang sangat spektakuler.
Sahabat tahu gak sih, sejarah Gong Kyai Pradah?
Belum tahu ya… Kalau begitu yuk baca keterangan di bawah ini.
Pada jaman dahulu kala, antara tahun 1704-1719 Masehi di Surakarta bertahanlah seorang Raja bernama Sri Susuhan Paku Buwono I. raja ini mempunyai saudara tua yang lahir dari isteri ampeyan (bukan permaisuri) bernama Pengerdan Prabu.
Pada saat penobatan Sri Suhunan Paku Buwono I sebagai raja. Hati Pangeran Prabu sangat kecewa karena sebagai saudara tua Pangeran Prabu tidak dinobatkan sebagai raja di Surakarta sehingga timbullah keinginan untuk membunuh Sri Suhunan Paku Buwono I. Namun akhirnya keinginannya tersebut tercium oleh Sri Suhunan Paku Buwono I dan sebagai hukumannya Pangeran Prabu diperintahkan untuk membuka hutan di daerah Lodoyo yang pada saat itu merupakan hutan yang sangat lebat, dihuni oleh binatang-binatang buas serta sebagai tempat yang sangat angker dimana banyak roh-roh jahat berkeliaran di sana.
Pangeran Prabu mengakui kesalahannya dan bersedia melaksanakan hukuman yang diberikan oleh raja yaitu membuka hutan di daerah Lodoyo.Keberangkatannya diikuti oleh isterinya yaitu Putri Wandansari serta abdi kesayangannya Ki Amat Tariman dengan membawa pusaka berupa bende yang disebut Kyai Becak. Pusaka tersebut akan digunakan untuk tumbal hutan Lodoyo yang dianggap angker serta banyak dihuni oleh Roh-roh jahat.
Pageran Prabu beserta pengikutnya berangkat dari Surakarta menuju ke arah Timur.Selang beberapa bulan mereka sampai di daerah Lodoyo.Pertama-tama mereka datang di rumah seorang janda bernama Nyai Partasurta di hutan Ngekul (Wonotirto). Pangeran Prabu tidak lama tinggal di rumah Janda Partasuta dan ingin bertapa di hutan Pakel (Wilayah Lodoyo bagian barat) dan untuk itu Pusaka Kyai Becak dititipkan Nyai Partasuta dengan pesan :
1. Setiap tanggal 1 Syawal (bertepatan dengan Hari Raya Idul Fitri) dan setiap 12 Rabiul Awal (bertepatan dengan Hari Kelahiran Nabi Muhammad SAW) Pusaka tersebut harus dimandikan dengan bunga setaman.
2. Air bekas memandikan Pusaka tersebut dapat digunakan menyembuhkan penyakit serta dapat menentramkan hati bagi siapa saja yang mau meminumnya.
Suatu ketika, saat Ki Amat Tariman sangat kebingungan karena terpisah dengan Pangeran Prabu sehingga akhirnya Ki Amat Tariman ingin mencoba menyembunyikan Gong Kyai Becak sebanyak tujuh kali dengan maksud agar apabila Pangeran Prabu mendengar bunyi Gong tersebut tentu akan mencari ke arah sumber suara itu. Tetapi yang datang ternyata beberapa harimau besar. Anehnya harimau itu tidak mengganggu Ki Amat Tariman bahkan memberikan petunjuk di mana Pangeran Prabu berada, sehingga Kyai Becak juga disebut Kyai Macan atau Kyai Pradah.
Sepeninggal Pangeran Prabu, Nyai Partasuta selalu melaksanakan segala yang pernah dipesankan oleh Pangeran Prabu kepadanya tentang Pusaka Gong Kyai Pradah dan ditempatkan di Sukoanyar (sekarang disebut desa Sukorejo).Pada tahun 1793 Pusaka Kyai Pradah ditempatkan di desa Kalipang Lodoyo sampai sekarang.
Tidak hanya itu, pada saat siraman Gong Kyai Pradah banyak tokoh-tokoh penting yang hadir di sini. Bahkan prosesi siraman dan acara pemukulan Gong dilakukan oleh orang nomor satu di Kabupaten Blitar.Air bekas dan bedak boreh untuk menyucikan Pusaka Gong Kyai Pradah dibagi-bagikan kepada masyarakat yang sudah ada di bawah tempat siraman.Masyarakat setempat berebutan untuk mendapatkan air dan bedak boreh itu, mereka percaya bahwa air dan bedak borehbekas menyucikan Pusaka Gong Kyai Pradah dapat menyembuhkan penyakit, menjadikan orang awet muda, dapat berkah, dan lain-lain.
Sahabat tertarik??Yuk datang dan saksikan sendiri betapa spektakulernya event ini.Dan semoga uraian di atas bisa menjadi pengetahuan tentang hebatnya budaya yang dimiliki oleh Kabupaten Blitar ini. (EJD)
Sahabat tahu gak sih, sejarah Gong Kyai Pradah?
Belum tahu ya… Kalau begitu yuk baca keterangan di bawah ini.
Pada jaman dahulu kala, antara tahun 1704-1719 Masehi di Surakarta bertahanlah seorang Raja bernama Sri Susuhan Paku Buwono I. raja ini mempunyai saudara tua yang lahir dari isteri ampeyan (bukan permaisuri) bernama Pengerdan Prabu.
Pada saat penobatan Sri Suhunan Paku Buwono I sebagai raja. Hati Pangeran Prabu sangat kecewa karena sebagai saudara tua Pangeran Prabu tidak dinobatkan sebagai raja di Surakarta sehingga timbullah keinginan untuk membunuh Sri Suhunan Paku Buwono I. Namun akhirnya keinginannya tersebut tercium oleh Sri Suhunan Paku Buwono I dan sebagai hukumannya Pangeran Prabu diperintahkan untuk membuka hutan di daerah Lodoyo yang pada saat itu merupakan hutan yang sangat lebat, dihuni oleh binatang-binatang buas serta sebagai tempat yang sangat angker dimana banyak roh-roh jahat berkeliaran di sana.
Pangeran Prabu mengakui kesalahannya dan bersedia melaksanakan hukuman yang diberikan oleh raja yaitu membuka hutan di daerah Lodoyo.Keberangkatannya diikuti oleh isterinya yaitu Putri Wandansari serta abdi kesayangannya Ki Amat Tariman dengan membawa pusaka berupa bende yang disebut Kyai Becak. Pusaka tersebut akan digunakan untuk tumbal hutan Lodoyo yang dianggap angker serta banyak dihuni oleh Roh-roh jahat.
Pageran Prabu beserta pengikutnya berangkat dari Surakarta menuju ke arah Timur.Selang beberapa bulan mereka sampai di daerah Lodoyo.Pertama-tama mereka datang di rumah seorang janda bernama Nyai Partasurta di hutan Ngekul (Wonotirto). Pangeran Prabu tidak lama tinggal di rumah Janda Partasuta dan ingin bertapa di hutan Pakel (Wilayah Lodoyo bagian barat) dan untuk itu Pusaka Kyai Becak dititipkan Nyai Partasuta dengan pesan :
1. Setiap tanggal 1 Syawal (bertepatan dengan Hari Raya Idul Fitri) dan setiap 12 Rabiul Awal (bertepatan dengan Hari Kelahiran Nabi Muhammad SAW) Pusaka tersebut harus dimandikan dengan bunga setaman.
2. Air bekas memandikan Pusaka tersebut dapat digunakan menyembuhkan penyakit serta dapat menentramkan hati bagi siapa saja yang mau meminumnya.
Suatu ketika, saat Ki Amat Tariman sangat kebingungan karena terpisah dengan Pangeran Prabu sehingga akhirnya Ki Amat Tariman ingin mencoba menyembunyikan Gong Kyai Becak sebanyak tujuh kali dengan maksud agar apabila Pangeran Prabu mendengar bunyi Gong tersebut tentu akan mencari ke arah sumber suara itu. Tetapi yang datang ternyata beberapa harimau besar. Anehnya harimau itu tidak mengganggu Ki Amat Tariman bahkan memberikan petunjuk di mana Pangeran Prabu berada, sehingga Kyai Becak juga disebut Kyai Macan atau Kyai Pradah.
Sepeninggal Pangeran Prabu, Nyai Partasuta selalu melaksanakan segala yang pernah dipesankan oleh Pangeran Prabu kepadanya tentang Pusaka Gong Kyai Pradah dan ditempatkan di Sukoanyar (sekarang disebut desa Sukorejo).Pada tahun 1793 Pusaka Kyai Pradah ditempatkan di desa Kalipang Lodoyo sampai sekarang.
Tidak hanya itu, pada saat siraman Gong Kyai Pradah banyak tokoh-tokoh penting yang hadir di sini. Bahkan prosesi siraman dan acara pemukulan Gong dilakukan oleh orang nomor satu di Kabupaten Blitar.Air bekas dan bedak boreh untuk menyucikan Pusaka Gong Kyai Pradah dibagi-bagikan kepada masyarakat yang sudah ada di bawah tempat siraman.Masyarakat setempat berebutan untuk mendapatkan air dan bedak boreh itu, mereka percaya bahwa air dan bedak borehbekas menyucikan Pusaka Gong Kyai Pradah dapat menyembuhkan penyakit, menjadikan orang awet muda, dapat berkah, dan lain-lain.
Sahabat tertarik??Yuk datang dan saksikan sendiri betapa spektakulernya event ini.Dan semoga uraian di atas bisa menjadi pengetahuan tentang hebatnya budaya yang dimiliki oleh Kabupaten Blitar ini. (EJD)